Mei 8, 2025

hizballah : Berita Israel Gempur Menara Gaza Kantor

Gedung al-Jalaa, tempat kantor media Associated Press Al Jazeera

Mengapa DKI Jakarta Belum Terapkan Sistem Jalan Berbayar Elektronik (ERP)? Ini Alasan Lengkapnya

Pemerintah Provinsi DKI Jakarta sejak beberapa tahun terakhir telah merencanakan penerapan sistem jalan berbayar elektronik atau Electronic Road Pricing (ERP) sebagai salah satu solusi mengatasi kemacetan parah di ibu kota. Meskipun rencana ini sudah cukup lama digaungkan dan bahkan masuk dalam berbagai perencanaan transportasi kota, hingga kini implementasinya belum juga terealisasi. Lalu, apa sebenarnya alasan di balik belum diterapkannya sistem ERP di Jakarta?

1. Belum Rampungnya Regulasi dan Payung Hukum

Salah satu hambatan utama adalah belum rampungnya Peraturan Daerah (Perda) sebagai dasar hukum pelaksanaan ERP. Walaupun Rancangan Perda ERP sudah beberapa kali dibahas oleh DPRD DKI bersama Dinas Perhubungan, proses pembahasannya masih tertunda karena perbedaan pandangan, baik dari sisi teknis, tarif, maupun wilayah cakupan.

Tanpa dasar hukum yang kuat, Pemprov DKI tidak bisa melaksanakan lelang proyek atau menunjuk pihak ketiga untuk mengelola sistem ERP ini.

2. Masih Ada Penolakan dari Masyarakat

Sebagian warga Jakarta menilai bahwa penerapan ERP akan membebani masyarakat, terutama mereka yang setiap hari harus melewati jalan-jalan utama yang berpotensi dikenakan tarif. Banyak yang merasa, sebelum membayar jalan, pemerintah seharusnya memastikan dulu ketersediaan dan kenyamanan transportasi umum sebagai alternatif yang memadai.

Tanpa peningkatan signifikan pada layanan transportasi publik, ERP justru bisa dianggap sebagai bentuk pungutan baru, bukan solusi.

3. Tantangan Teknis dan Infrastruktur

ERP memerlukan sistem teknologi yang canggih, seperti kamera pengenal plat nomor otomatis (ANPR), sistem pembayaran digital real-time, dan server pusat untuk rajazeus pemantauan. Pemasangan perangkat-perangkat ini serta integrasinya dengan sistem lalu lintas eksisting memerlukan anggaran besar dan waktu yang tidak singkat.

Selain itu, belum semua ruas jalan yang direncanakan siap dari segi infrastruktur pendukungnya.

4. Perubahan Kepemimpinan dan Prioritas Pemerintah

Pergantian Gubernur dan pejabat di lingkungan Pemprov DKI juga turut memengaruhi kelanjutan proyek ERP. Tiap pemimpin memiliki prioritas pembangunan masing-masing. Beberapa menilai ERP bukan menjadi prioritas utama di tengah tuntutan lain seperti perbaikan drainase, pengendalian banjir, atau pembangunan sekolah dan fasilitas publik lainnya.

5. Isu Sosial dan Politik

ERP adalah kebijakan yang sensitif secara sosial dan politik. Penerapannya berisiko memunculkan ketidakpuasan publik jika tidak dikomunikasikan dengan baik. Dalam tahun-tahun politik seperti jelang Pilkada, kebijakan ini dianggap bisa menurunkan popularitas pemimpin jika dinilai merugikan masyarakat.

Baca Juga: Qatar Jadi Tuan Rumah Konferensi FAO Soal Krisis Pangan

Share: Facebook Twitter Linkedin

Comments are closed.